Musikal Laskar Pelangi Akan Jadi Kado Keluarga Akhir Tahun

Bookmark and Share

Pertunjukan drama Musikal Laskar Pelangi akan melibatkan 200an pemain dan musisi orkestra

Puluhan anak-anak dan orang dewasa—termasuk di dalamnya penyanyi Dira Sugandi, Eka Deli dan Lea Simanjuntak—yang tiba-tiba menyeruak ke depan panggung di Planet Hollywood, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (1/12) sore itu seolah memperlihatkan kepada para wartawan akan menjadi sekolosal apa nantinya pertunjukan drama musikal yang telah dipersiapkan secara intens oleh produser Mira Lesmana dan sutradara Riri Riza selama beberapa bulan belakangan ini.

Di sana kemudian mereka menari dengan energetik sembari menyanyikan bersama-sama lagu berjudul “Mahar dan Alam,” yang musiknya telah diracik sedemikian megah oleh komposer Erwin Gutawa, sehingga sempat disebut-sebut akan menjadi ansambel terbesar dalam pertunjukan itu. Kemeriahan tadi menjadi klimaks dari acara konferensi pers kemarin sore itu.

Dua tahun silam 4,6 juta orang Indonesia telah menonton Laskar Pelangi ketika film adaptasi novel karya Andrea Hirata dengan judul yang sama itu diputar di bioskop-bioskop. Novelnya sendiri, yang terbit tiga tahun sebelumnya, telah menyabet predikat best-seller dan tercatat sebagai buku sastra Indonesia yang telah dibaca oleh lebih dari 5 juta orang.

Maka adegan yang diilustrasikan dalam ansambel tadi rasanya sudah bukan menjadi sesuatu yang asing lagi bagi puluhan wartawan yang menghadiri konferensi pers hari itu, sejak judul “Mahar dan Alam” saja memiliki kekuatan tersendiri untuk mencongkel kembali satu adegan dalam film Laskar Pelangi maupun novelnya dari benak penonton atau pembacanya.

Dan pada penghujung tahun ini Musikal Laskar Pelangi, demikian pertunjukan drama musikal itu dinamakan, akan menjadi satu lagi karya yang diadaptasi dari novel fenomenal Laskar Pelangi. Berbeda dengan karya adaptasi sebelumnya yang berbentuk film, Musikal Laskar Pelangi akan menjadi sebuah pertunjukan hidup yang melibatkan sekitar 150 orang pemain dan 50 musisi orkestra berdurasi dua jam.

Mira Lesmana dan Riri Riza sebenarnya bukan secara tiba-tiba memilih untuk terjun ke dalam proyek musikal. Riri sendiri mengaku bahwa dirinya sudah mulai memiliki ketertarikan pada film-film musikal sejak pertengahan 90an. “Karena itu juga film pertama saya dan Mira di tahun 2000 itu, Petualangan Sherina, adalah musikal,” imbuh Riri yang juga telah menghasilkan film Gie, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, serta Ada Apa Dengan Cinta.

“Saya pikir tradisi kuat menonton pertunjukan di Indonesia sudah lama sekali ada. Seperti saat kita menonton Teater Koma selalu ada unsur musik, selalu ada unsur tari yang kuat. Tradisi tari kita juga punya energi bagus,” sambungnya.

Meski pun Riri mengakui bahwa tata cara pertunjukan musikal yang ia jadikan acuan adalah standar pertunjukan seperti Teater Broadway atau West End, namun dalam Musikal Laskar Pelangi pendekatan modern dan kontemporer itu akan dipadu padankan dengan unsur tradisi lokal yang kental, yakni tradisi masyarakat di Belitung—alam yang notabene menjadi setting dari cerita Laskar Pelangi itu sendiri.

“Jadi kenapa kita cocok saat bekerja sama dengan uni Hartati? Karena memang bayangan kita koreografi di dalam pertunjukan ini harus ada nuansa Melayunya,” jelas Riri.

Bagi Hartati sendiri selaku koreografer, persiapan pertunjukan ini bukan lah pekerjaan mudah. Karena ia harus melatih para pemain yang sebenarnya tidak memiliki latar belakang pengalaman maupun berprofesi sebagai penari. “Saya biasa menemui penari-penari profesional yang punya basic penari. Tapi sekarang saya harus mengajarkan sesuatu dan harus menjadi sesuatu,” ungkap Hartati.

Ternyata bukan hanya divisi koreografi yang melihat ini sebagai pekerjaan berat. Jay Subiakto yang berperan sebagai penata artistik pun merasakan hal serupa. Menurutnya, kesulitan itu dikarenakan dalam satu cerita ada sekitar 15 kali pergantian set. “Bahkan ada pergantian set yang sampai 3 kali terjadi hanya dalam waktu 5 menit,” ungkap Jay yang kemudian juga mengatakan bahwa set panggung yang ia rancang akan menggambarkan keadaan di Indonesia, di mana banyak sekali daerah yang tidak diperhatikan oleh pemerintah.

“Kami harus melihat bahwa banyak sekali di Indonesia tempat-tempat yang dulu menghasilkan pertambangan, setelah dikeruk habis oleh pemerintah ataupun oleh Belanda jaman dulu, sekarang jadi kota yang mati. Jadi sekarang bukan banyak daerah yang tertinggal tapi daerah yang ditinggal sama pemerintah,” katanya.

Berbeda dengan Jay dan Hartati, bagi Mira Lesmana—yang pada pertunjukan ini bersama Toto Arto berperan sebagai produser—tidak merasakan kesulitan signifikan saat menggubah naskah cerita Laskar Pelangi menjadi lirik lagu. Karena menurut Mira ceritanya sendiri sudah ia kenal dengan baik.

“Ternyata tidak sesulit yang saya pikirkan. Ceritanya saya sudah cukup kenal, situasi-situasi (dalam cerita) juga sudah cukup saya kenal. Jadi langsung saya tulis,” tutur kakak kandung Indra Lesmana yang telah mulai untuk meninjau tempat pertunjukan sejak awal tahun 2010 ini dan menjatuhkan pilihannya pada Teater Jakarta di Taman Ismail Marzuki.

Soal cerita sendiri, menurut Mira, akan ada perbedaan dengan filmnya. Bukan hanya fokus pada kisah persahabatan Ikal, Mahar, Lintang dan kawan-kawannya yang lain, sudut pandang cerita dalam pertunjukan musikalnya ini akan mengedepankan kehidupan masyarakat desa Gantong di Belitung. “Beberapa adegan yang tidak ada di film akan ada di musikalnya,” imbuhnya.

Untuk mengaransemen musik bagi pertunjukan itu, Erwin Gutawa mengungkapkan dirinya menjadikan naskah yang telah ditulis oleh Mira, film Laskar Pelangi, serta novel Andrea Hirata sebagai acuannya. “Saya menerjemahkan lirik-lirik dan naskah yang telah dibuat oleh Mira menjadi sebuah komposisi musik,” ujar Erwin yang juga sempat pergi ke Belitung untuk memperkaya referensinya.

“Pertunjukan musikal harus menyajikan musikalitas yang luar biasa. Di Musikal Laskar Pelangi akan ada 20 lagu yang bercerita tentang perjuangan Guru Muslimah dan kesepuluh muridnya di sebuah kampung di timur Belitung.”

11 dari 20 lagu, yang pada pertunjukan itu nantinya akan dibawakan secara live dengan iringan orkestra pimpinan Erwin Gutawa, juga telah dikemas menjadi sebuah album. Lagu-lagu di dalam album itu antara lain dinyanyikan oleh Dira Sugandi, Eka Deli dan Lea Simanjuntak. Tak ketinggalan juga penyanyi-penyanyi cilik seperti Christoffer Nelwan, Hilmi Faturahman, Teuku Rizki, atau Ivant Septiawarman juga turut mengisi suara di album bertajuk Musikal Laskar Pelangi tersebut.

Album itu akan dirilis dan dapat dibeli selama pertunjukan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Salah satu lagunya yang berjudul “Jari-Jari Cantik,” yang menceritakan kekaguman Ikal pada pujaan hatinya Aling, menjadi single pertama yang diluncurkan dan akan segera disiarkan di radio-radio. Video klipnya, yang telah dipertontonkan kepada para wartawan Rabu itu, juga akan tayang di stasiun-stasiun televisi dalam waktu dekat ini.

“Saya pikir kita sudah lama sekali tidak punya album anak-anak yang luar biasa. Musikal ini akan menjadi sebuah kado akhir tahun buat keluarga. Karena di sini ada banyak sekali lagu-lagu yang luar biasa,” papar Riri Riza.

Pertunjukan Musikal Laskar Pelangi akan berlangsung selama 21 hari, mulai 17 Desember 2010 sampai 9 Januari 2011, dengan bintang-bintang utamanya seperti Dira Sugandi, Lea Simanjuntak, Eka Deli, penyanyi Idola Cilik Gabriel, Patton, Bastian, Ashilla dan Teuku Rizki dari AFI Junior. Harga tiket masuknya terbagi ke dalam beberapa kelas: Rp 100 ribu (Kelas 3), Rp 250 ribu (Kelas 2), Rp 400 ribu (Kelas 1), Rp 650 ribu (VIP) dan Rp 750 ribu (VVIP).

Salah satu perbedaan dengan pertunjukan drama musikal lain yang belakangan ini juga tengah marak, menurut Riri Riza, Musikal Laskar Pelangi akan menjadi satu tontonan yang tepat bagi keluarga. “Sebenarnya dibanding beberapa yang lain ini satu pertunjukan yang paling tepat untuk mengisi liburan keluarga bersama-sama,” tandas Riri.